AKURAT NEWS - Pertanyaan menarik disampaikan guru besar ilmu hukum Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita terkait proses hukum tersangka penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Kasus penodaan agama oleh Ahok sudah P 21 oleh Kejaksaan; apakah langkah hukum ini juga termasuk anti pluralisme/kebhinekaan?” sindir Romli di akun Twitter @rajasundawiwaha.
Menurut Romli, dugaan penodaan agama oleh Ahok tidak ada hubungannya dengan pluralisme dan kebhinekaan, tetapi sangat erat dengan penegakan hukum pidana.
“Langkah hukum terhadap dugaan penodaan agama oleh Ahok merupakan konsistensi pemerintah dalam menerapkan UU dasar asas persamaan di muka hukum,” tegas @rajasundawiwaha.
Setelah diserahkan ke Kajaksaan Agung, Kejaksaan memutuskan tak menahan Ahok. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung M Rum menjelaskan, Ahok tak ditahan karena beberapa pertimbangan.
“Pertama bahwa penyidik sudah mengajukan pencekalan dan sampai saat ini berlaku,” kata Rum di Kejaksaan Agung (01/12).
Lalu, lanjut Rum, seusai SOP yang ada, apabila penyidik Polri tak menahan tersangka, kejaksaan pun akan bersikap sama. “Kami juga tidak melakukan penahanan,” ujar Rum.
Diberitakan sebelumnya, Dewan Pakar ICMI, Anton Tabah Digdoyo berharap Kejaksaan Agung menahan Ahok. “Saya yakin Kejaksaan Agung akan arif dan bijaksana memenuhi amanah hukum, karena syarat obyektif dan subyektif untuk menahan tersangka sudah sangat terpenuhi dengan berbagai alasan,” kata Anton seperti dikutip republika (01/12).
Sebab, setelah penyerahan dan pemberkasan pada tahap 21 selesai, selanjutnya menjadi wewenang Kejaksaan yang menahan tersangka. “Kita selalu ingat sudah menjadi kebiasaan hukum bahwa tersangka akan terus ditahan untuk mempermudah dan mempercepat persidangan di pengadilan yang cepat dan murah,” kata Ketua Penanggulangan Penodaan Agama tersebut.
Anton mengatakan, Basuki yang disapa Ahok ini sudah memenuhi alasan kenapa mesti ditahan. Pertama, pascaditetapkan sebagai tersangka, Ahok malah membuat delik baru memfitnah jutaan pendemo 411 dibayar masing-masing sampai Rp 500 ribu.
Kedua, tersangka merusak nama baik bangsa Indonesia di mata dunia dengan statement di koran Belanda “Nederlands” telah terjadi penyebaran kebencian umat Islam pada umat kristen di Indonesia. “Padahal itu sama sekali tak pernah terjadi,” ujarnya.
Ketiga, keamanan tersangka sangat terancam sehigga Polri kerahkan ratusan personel hanya untuk menjaga rumah tersangka. Ini sudah berjalan lebih dari sebulan dengan biaya sangat besar dan menyita penggunaan kekuatan Polri yang tidak perlu dan seharusnya bisa digunakan untuk pelayanan masyarakt yang lebih bermanfaat.
Keempat, aspirasi ratusan juta rakyat Indonesia, baik yang Muslim, nonmuslim ,bahkan WNI Cina semua menuntut Ahok ditahan. Kelima, sampai ada mujahid komunitas puluhan ribu rakyat berjalan kaki menempuh jarak ratusan kilometer menuju Jakarta karena sangat menuntut tersangka penista Islam tersebut ditahan.
Keenam, kata Anton yang juga Majelis Pakar KAHMI Pusat, sudah banyak yurispodensi semua kasus penistaan agama. Tersangkanya selalu ditahan. [itj]
Demikianlah Artikel Guru Besar Unpad: Kasus Ahok Sudah P 21, Apakah Ini Anti Kebhinekaan?
Sekian informasi dan berita dari Akurat News tentang Guru Besar Unpad: Kasus Ahok Sudah P 21, Apakah Ini Anti Kebhinekaan?, mudah-mudahan informasi dan berita ini bisa memberikan manfaat dan pengetahuan untuk kita semua. Sampai jumpa di berita kami lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Guru Besar Unpad: Kasus Ahok Sudah P 21, Apakah Ini Anti Kebhinekaan? dengan alamat link https://akuratid.blogspot.com/2016/12/guru-besar-unpad-kasus-ahok-sudah-p-21.html