AKURAT NEWS - Ketua DPR Setya Novanto disebut menentukan kelancaran anggaran pengadaan KTP Elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 senilai total Rp5,95 triliun.
"Pada Februari 2010, Andi Agustinus alias Andi Narogong dan terdakwa I Irman sepakat untuk menemui Setya Novanto (Setnov) selaku Ketua Fraksi Partai Golkar guna mendapat kepastian dukungan Partai Golkar terhadan KTP-e," kata ketua Jaksa Penuntut Umum KPK Irene Putri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Dalam perkara ini, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto didakwa bersama-sama Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar, Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku penyedia barang/jasa pada Kemendagri, Isnu Edhi Wijaya selaku Ketua Konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI), Diah Anggraini selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri dan Drajat Wisnu Setyawan selaku Ketua pantia pengadaan didakwa melakukan korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektornik (e-KTP) 2011-2012.
Pertemuan pembahasan e-KTP itu dilangsungkan beberapa hari kemudian sekitar pukul 06.00 WIB di hotel Gran Melia yang dihadiri Irman, Sugiharto, Andi Agustinus, Diah Anggraini dan Setya Novanto. Dalam pertemuan itu Setnov menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan e-KTP.
Guna mendapat kepastian Setnov, beberapa hari kemudian Irman dan Andi Agustinus kembali menemui Setnov di ruang kerjanya di lantai 12 DPR. Dalam pertemuan itu, Setya menyatakan akan mengkoordinasikan dengan pimpinan fraksi lainnya.
Pada Juli-Agustus 2010, DPR mulai melakukan pembahasan Rencana APBN 2011, Andi Agustinus beberapa kali bertemu Setnov, Anas Urbaningrum, Nazaruddin karena dianggap representasi Partai Demokrat dan Golkar yang dapat mendorong Komisi II menyetujui e-KTP.
Setelah beberapa kali pertemuan DPR menyetujui anggaran e-KTP dengan rencana besar tahun 2010 senilai Rp5,9 triliun yang proses pembahasannya akan dikawal fraksi Partai Demokrat dan Golkar dengan kompensasi Andi memberikan fee kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri.
Ganjar Pranowo
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menegaskan bahwa dia tidak menerima aliran dana untuk pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012.
"Saya enggak merasa menerima dan hari ini statement saya, saya tidak pernah menerima," katanya saat dikonfirmasi di sela kunjungan kerja di Kabupaten Grobogan, Kamis.
Ganjar mempersilakan jaksa membuktikan dakwaan yang menyebut dia menerima aliran dana korupsi dalam pengadaan e-KTP.
Ia menduga penyebutan namanya dalam dakwaan jaksa itu hanya berdasar keterangan pihak-pihak dan masih harus dibuktikan.
"Ada cerita (dalam dakwaan jaksa) menyerahkan uang ke saya enggak? Saya tunggu ceritanya itu," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Ganjar mengungkapkan tiga spekulasi terkait dengan dugaan bahwa dia menerima aliran dana e-KTP.
"Spekulasi pertama, Ganjar menerima sejumlah itu, spekulasi kedua, Ganjar dapat jatah tapi tidak mau menerima, dan spekulasi ketiga, Ganjar mungkin sudah dijatah terus dipegang orang lain, tidak sampai ke Ganjar," katanya.
Ganjar mengaku siap memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan kasus korupsi pengadaan e-KTP.
"Kalau memang saya harus menjelaskan ya kita jelaskan, tidak ada yang ditutup-tutupi," ujarnya.
Jaksa dalam dakwaannya menyebut Ganjar Pranowo saat menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR menerima aliran dana pengadaan E-KTP sebesar 520 ribu dolar AS.
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi Irene Putri menyebut itu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta saat membacakan dakwaan kasus korupsi e-KTP terhadap Irman dan Sugiharto, pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Marzuki Alie
Mantan Ketua DPR periode 2009-2014 Marzuki Alie menegaskan akan melaporkan terdakwa kasus KTP Elektronik (e-KTP) Irman dan Sugiharto ke Polisi atas pencemaran nama baik karena namanya dicatut dan dituding menerima Rp20 miliar dari korupsi proyek e-KTP, yang dibacakan dalam dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
"Saya pastikan saya tidak menerima, besok Insya Allah saya laporkan ke polisi," kata Marzuki di Jakarta, Kamis.
Menurut Marzuki, dirinya tidak pernah sekalipun berkomunikasi dengan terdakwa kasus e-KTP atau pun kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan kasus tersebut.
Dia juga memastikan tidak pernah menerima apapun terkait proyek e-KTP dan ia meyakini namanya hanya dicatut oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Saya pastikan tidak benar dan saya tidak menerima apapun, besok saya lapor ke polisi," ujarnya.
Marzuki mengatakan, dirinya sudah biasa disebut dalam kasus-kasus dugaan korupsi sehingga bukan dalam kasus e-KTP saja, namun ia memastikan tidak ikut terlibat di dalam kasus yang potensi kerugian negaranya mencapai Rp2,3 triliun.
Dia enggan berkomentar lebih jauh perihal dugaan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang diduga menerima Rp20 miliar dalam kasus korupsi proyek e-KTP.
"Kalo partai saya tidak tahu, tanya Anas sebagai Ketua Umum, sebagai pribadi tidak ada yang hubungi saya mau kasih duit," katanya.
Dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi proyek e-KTP hari ini, puluhan pihak disebut menikmati aliran dana pengadan KTP Elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012 dari total anggaran sebesar Rp5,95 triliun.
"Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan para terdakwa juga memperkaya orang lain dan korporasi sebagai berikut," kata jaksa penuntut umum KPK Irene Putri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dalam dakwaannya disebutkan bahwa Marzuki Alie menerima uang sejumlah Rp20 miliar.
Jazuli Juwaini
Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini membantah menerima aliran dana proyek KTP Elektronik karena ketika proyek itu dibahas di Komisi II DPR, dia masih di Komisi VIII DPR.
"Saya sejak Oktober 2009 hingga 21 Mei 2013 di Komisi VIII DPR dan tanggal 1 Juni 2013 baru di Komisi II DPR. Kejadian KTP-E pada 2011/2012," kata Jazuli di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan referensinya adalah surat keputusan pimpinan Fraksi PKS DPR RI nomor: 002/PIMP-FPKS/DPR-RI/V/2013 yang diteken Ketua Fraksi PKS Hidayat Nurwahid dan Sekretaris Fraksi PKS Abdul Hakim yang diteken pada 21 Mei 2013.
Menurut dia, saat itu anggota Fraksi PKS yang ada di Komisi II DPR adalah Gamari Sutrisno, bukan dia.
"Saya bukan Kapoksi PKS Komisi II DPR, bukan pimpinan Komisi II, bukan pimpinan dan anggota Badan Anggaran DPR," kata Jazuli.
Oleh karena itu, Jazuli terkejut dan kaget namanya disebut-sebut dalam persidangan kasus e-KTP itu. Dia mengangap aneh dan tidak nyambung, penyebutan namanya dalam dakwaan jaksa itu.
Sebelumnya dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, hari ini, puluhan nama disebut menikmati aliran dana pengadan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 dari total anggaran Rp5,95 triliun.
"Selain memperkaya diri sendiri, perbuatan para terdakwa juga memperkaya orang lain dan korporasi sebagai berikut," kata jaksa penuntut umum KPK Irene Putri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Di antara nama yang disebut Irene adalah Rindoko, Numan Bdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz dan Jazuli Juwaini selaku Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Komisi II masing-masing 37 ribu dolar AS. (ht)
Demikianlah Artikel Mereka Membantah Menikmati Uang e-KTP, Ternyata...
Sekian informasi dan berita dari Akurat News tentang Mereka Membantah Menikmati Uang e-KTP, Ternyata..., mudah-mudahan informasi dan berita ini bisa memberikan manfaat dan pengetahuan untuk kita semua. Sampai jumpa di berita kami lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Mereka Membantah Menikmati Uang e-KTP, Ternyata... dengan alamat link https://akuratid.blogspot.com/2017/03/mereka-membantah-menikmati-uang-e-ktp.html