AKURAT NEWS - Jargon yang kedengarnya indah, namun penuh dengan bisa mematikan. Betapa tidak, bila untuk mendapatkan job, dukungan, simpatisan, dan akhirnya keuntungan, harus membela wong cilik, maka dengan berakhirnya atau minimal menyusutnya jumlah wong cilik, berarti kerjaan mereka akan segera berakhir, dukungan kepada merekapun menyusut, dan akhirnya keuntungannnya juga mulai berakhir.
Kondisi ini menuntut para penjual jargon “membela wong cilik” harus berpikir ulang, bagaimana agar dagangannya ini terus laku dan tidak kehabisan stok? ya, akhirnya wong cilik diperbanyak, agar mereka bisa terus berjualan dan akhirnya selalu mendapat keuntungan besar dan bahkan kalau bisa bertambah hari bertambah besar, karena nyayian ” membela wong cilik” senantiasa terdengar merdu oleh banyak orang.
Sebagaimana jargon : membela wong cilik mengesankan bahwa mereka siap berkonfrontasi dengan wong gede, demi memperjuangkan wong cilik. dan mengesankan bahwa wong cilik di negri ini tertindas, dan terpinggirkan oleh wong gede. Pernahkah anda bertanya: la mereka sendiri yang setiap hari teriak teriak membela wong cilik, apakah mereka itu termasuk wong cilik atau termasuk wong gede?
Pernahkah anda bertanya: sejatinya siapakah yang selama ini menindas dan meminggirkan wong cilik, sehingga menyebabkan mereka butuh pembelaan?
Saudaraku wong cilik atau wong gede sebenarnya tidak perlu pembelaan, karena keberadaan wong cilik adalah syarat alamiyah untuk terciptanya keseimbangan dan kesejahteraan bagi semua orang. Sebagaimana keberadaan wong gede juga demikian, menjadi syarat alamiyah bagi terciptanya kesimbangan dan kesejahteraan bagi semua orang.
Coba bayangkan andai di hutan rimba hanya hidup singa dan macan, apa yang akan terjadi? Dan sebaliknya andai di rimba hanya hidup gerombolan domba, kelinci , rusa yang terus beranak pinak, apa yang akan terjadi? mungkinkah terjadi keseimbangan hidup di sana?
Andai di negri kita hanya hidup wong wong gede, apa yang akan terjadi?
Dan andai di negri ini hanya hidup wong cilik, para petani, nelayan, dan buruh tanpa ada pengusaha, pedagang, pejabat dan wong gede lainnya, apa yang akan terjadi?
Karena itu dalam Islam, tidak pernah ada pembangunan jurang pemisah apalagi memperadukan antara wong gede dan wong cilik, yang terjadi sebaliknya wong gede diperintahkan menyayangi dan menyantuni wong cilik dan wong cilik diperintahkan menghormati, membantu dan memanfaatkan wong gede, semuanya hidup berdampingan dan berinteraksi secara adil dan berimbang, sehinga terciptalah hubungan mutualisme antara keduanya. Allah Ta’ala berfirman:
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Az ZUkhruf 32)
Cukup, dan sudahi sejarah panjang pembodohan masyarakat dengan jargon membela wong cilik, sudah terlalu banyak bukti bahwa para pedagang jargon inilah yang selama ini paling banyak membodohi dan menindas wong cilik. Dan marilah kita semua kembali ke syari’at Islam, pelajari Islam lalu amalkan, niscaya terciptalah kedamaian dan kesejahteraan bagi semua orang wong cilik dan wong gede secara berimbang.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Demikianlah Artikel DR. Muhammad Arifin Badri: Penipuan dengan Jargon Membela Wong Cilik (Jargon Komunis)
Sekian informasi dan berita dari Akurat News tentang DR. Muhammad Arifin Badri: Penipuan dengan Jargon Membela Wong Cilik (Jargon Komunis), mudah-mudahan informasi dan berita ini bisa memberikan manfaat dan pengetahuan untuk kita semua. Sampai jumpa di berita kami lainnya.
Anda sekarang membaca artikel DR. Muhammad Arifin Badri: Penipuan dengan Jargon Membela Wong Cilik (Jargon Komunis) dengan alamat link https://akuratid.blogspot.com/2016/12/dr-muhammad-arifin-badri-penipuan.html